Saturday, 2 November 2013

ANALISIS PASAR DAN CORPORATE SOCIAL INITIATIVES
ALFAMART

Profil Perusahaan


            Gerai Alfamart mulai beroperasi pada 18 Oktober 1999. Semula, gerai pertama Alfamart yang berlokasi di Jl. Beringin Raya, Karawaci, Tangerang, ini memiliki nama Alfa Minimart. Namun, sejak 1 Januari 2003, perusahaan melakukan rebranding menjadi Alfamart.     
            Sejatinya, cikal bakal bisnis Alfamart sudah dimulai sejak 1989 ketika Djoko Susanto dan keluarganya mendirikan PT Sumber Alfaria Trijaya. Pada waktu itu, perusahaan bergerak di bidang perdagangan dan distribusi. Baru pada 1999 mereka memasuki bisnis minimarket.
            Djoko Susanto bukan orang baru di bisnis ritel. Ia sudah berbisnis sejak 1967, kala usianya baru 17 tahun. Saat itu, Djoko menjalankan kios orangtuanya, Sumber Bahagia, yang menjual bahan makanan di Pasar Arjuna, Jakarta. Meski tak lulus SMA, naluri bisnis Djoko sangat tajam. Pelanggan tokonya semakin banyak, terutama ketika Djoko mulai menjual rokok. Ia berpendapat, rokok adalah kebutuhan sehari-hari seperti beras, sehingga pembeli akan datang ke gerainya setiap hari. Tak hanya perorangan, pedagang grosir dan eceran pun membeli rokok dari Djoko.
            Pesatnya penjualan rokok Djoko Susanto akhirnya menarik minat Putera Sampoerna, yang saat itu sedang mengelola bisnis keluarganya, PT HM Sampoerna. Pada 1985, mereka bekerja sama mendirikan 15 kios di Jakarta. Upaya itu berhasil dan menginspirasi mereka untuk membuka gerai Alfa Toko Gudang Rabat dengan Djoko menjadi direktur penjualan dan distribusi. Keduanya lalu mendirikan toko baru, Alfa Minimart, yang lalu berganti nama menjadi Alfamart. Kerja sama keduanya berakhir pada 2005, ketika Putera Sampoerna menjual PT HM Sampoerna Tbk kepada Philip Morris International, dengan nilai lebih dari US$5 miliar. Penjualan itu termasuk 70% saham Putera Sampoerna di Alfamart. Philip Morris, yang tidak tertarik dengan bisnis ritel, menjual saham Alfamart kepada Djoko dan sebuah perusahaan investasi, Northstar Pacific. Djoko lalu membeli saham Northstar di Alfamart, sehingga membuatnya memiliki 65% saham perusahaan. Pada 15 Januari 2009, PT Sumber Alfaria Trijaya menggelar penawaran umum saham perdana (initial public offering, IPO).
            Saat ini SAT memiliki lebih dari 7.500 gerai Alfamart yang melayani sekitar 2.5 juta konsumen per hari. Jaringan ritel Alfamart tersebar di Jawa, Sumatera, Bali, dan Sulawesi. Menurut data Nielsen per Juni 2013, Alfamart memiliki angka pertumbuhan tertinggi dibanding peritel lainnya. Pertumbuhan Alfamart mencapai 29,6%, sementara rata-rata industri minimarket 21,7%.  
            Per Juni 2013, omzet Alfamart mencapai Rp13,69 triliun, meningkat 29,35% dari periode yang sama tahun lalu. Saat ini Alfamart memiliki lebih dari 80.000 karyawan dan 400 pemasok aktif untuk memenuhi kebutuhan pasokan barang.
            SAT mengembangkan sayap bisnisnya di supermarket, ketika membeli 1,2 miliar lembar saham PT Midi Utama Indonesia Tbk. dari PT Amanda Cipta Persada dengan harga Rp964 miliar. Jumlah tersebut setara dengan 42% dari total saham ritel dengan brand Alfamidi ini. Sebelumnya, SAT hanya memiliki 13% saham Midi. Setelah pembelian, SAT menjadi pemegang saham mayoritas (55%).
            SAT memiliki visi untuk menjadi jaringan distribusi ritel terkemuka yang dimiliki oleh masyarakat, berorientasi pada pemberdayaan pengusaha kecil, memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen, serta mampu bersaing secara global. SAT juga memiliki budaya yang berdasarkan pada nilai-nilai perusahaan, yaitu integritas, inovasi, kualitas dan produktivitas, kerja sama tim, dan kepuasan pelanggan.

Market Coverage Strategies Alfamart


            Pendekatan alternatif yang dapat digunakan perusahaan untuk memilih dan menarget pasar disebut sebagai market coverage strategies Lima cakupan strategi yang biasa digunakan oleh perusahaan adalah sebagai berikut.
1.                  Single Market Concentration
2.                  Product/Service Specialization
3.                  Market Specialization
4.                  Selective Specialization
5.                  Full Coverage
            Dari hasil analisis menurut Market Coverage Strategies, berdasarkan pendekatan yang digunakan perusahaan untuk memilih pasar sasaran, Alfamart menggunakan strategi full coverage. Strategi ini digunakan perusahaan yang notabene memberikan pelayanan kepada customer di segala segmen. Mulai dari menengah ke bawah, menengah, hingga kalangan menengah ke atas.
            Alfamart sebagai perusahaan ritel yang menyasar segala pasar, bisa memilih lokasi di manapun untuk membuka gerainya. Alfamart dapat hadir di daerah pemukiman padat penduduk maupun di perumahan real estate. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun setiap gerai Alfamart memiliki standar harga yang sama pada setiap barang yang dijualnya, tetapi pembeli dari kelas menengah ke bawah hingga menengah ke atas bisa saja dengan mudah melakukan pembelian barang di Alfamart. Namun Alfamart tetap memiliki target market utama keluarga dari kalangan menengah, karena basket size-nya yang rata-rata sekitar Rp 35.000 setiap kali belanja dan merupakan pelanggan loyal yang sudah menjadikan Alfamart sebagai pilihan mereka berbelanja.

Variable Segmentasi yang Sesuai untuk Segmen Konsumen Alfamart


Geographic Region
Segmen konsumen Alfamart menyasar pada wilayah-wilayah yang cukup padat penduduk seperti di Pulau Jawa, Sumatera, dan Bali. Sementara untuk saat ini Alfamart sudah mebuka cabang beserta gerainya di Pulau Sulawesi melalui Kota Makassar terlebih dulu, dan memulai ekspansinya juga di Pulau Kalimantan melalui Kota Samarinda.
City or Metro Size
500.000-1.000.000 & 1.000.000-4.000.000
Density
Urban & Suburban
Demograpic Age
6-64+ (Pada segmen anak-anak, Alfamart bahkan meluncurkan kartu member khusus anak 6-12 tahun. Sementara untuk segmen dewasa range usianya tak terbatas)
Family Life Cycle
Children, Student, Young, Married
Gender
Male & Female
Income
Pendapatan per kapita $2.500-$40.000
Occupation
Student, Employee, Professional, Entrepreneur
Generation
Baby Boomers, Gen X, Gen Y
Social Class
Lower lowers, Upper Lowers, Working Class, Middle Class, Upper Middles, Lower Uppers
Benefits
Quality, Service, Economy, Speed (Alfamart mampu memberikan harga yang ekonomis untuk setiap produk berkualitas yang dijual dan pelayanan yang baik karena mengutamanakan kecepatan untuk setiap pelanggannya)
Usage Rate
Light User, Medium User
Loyalty Status
Medium, Strong (Alfamart meluncurkan member card untuk menjaga loyalitas pelanggannnya dengan memberikan value added untuk setiap membernya.
Readiness Stage
Aware, Informed Interested, Desirous, Intending to Buy
Attitude Toward Product
Enthusiastic, Positive




Analisis Macroenvironment yang Perlu Diperhatikan Alfamart agar Bertahan untuk Waktu
yang Panjang

Needs and Trends & The Technological Environment
            Alfamart harus bersiap menghadapi perubahan tren dan kebutuhan konsumen di bidang ritel. Ke depannya, tren ritel akan mengarah ke e-commerce. Oleh karena itu, perusahaan harus menyiapkan infrastruktur berupa “Toko Online”. Saat ini Alfamart sudah mulai merambah dunia online dengan meluncurkan situs http://www.alfaonline.com di mana konsumen bisa membeli barang secara online di web tersebut untuk kemudian barang akan diantarkan langsung ke rumah pembeli.

Identifying The Major Forces
            Persaingan di bidang ritel semakin ketat saaat ini. Dengan masuknya beberapa perusahaan ritel internasional ke Indonesia merupakan ancaman tersendiri bagi Alfamart. Meskipun pasar di negara ini masih tetap besar, namun pangsa pasar akan segera tergerus saat CAFTA (China ASEAN Free Trade Area) bergulir 2015 nanti. Alfamart sudah harus mulai melihat bahwa dengan adanya pesaing-pesaing dari negara regional, maka jaringan toko perusahaan juga harus melakukan ekspansi ke luar negeri.

The Deographic Environment
            Pesatnya pertumbuhan penduduk karena 'gagalnya' Program Keluarga Berencana merupakan suatu 'bencana' sekaligus peluang bagi dunia usaha. Hal inilah yang harus mampu disiasati oleh Alfamart bahwa dengan semakin banyaknya penduduk di kalangan muda merupakan tantangan tersendiri bagi perusahaan untuk mengembangan teknologinya di bidang ritel. Karena jumlah penduduk yang banyak di kalangan muda di era globalisasi ini akan semakin sadar teknologi, sehingga mereka akan mulai melirik segala teknologi yang memudahkan. Di sisi lain, Alfamart juga harus tetap mampu melayani dengan baik konsumen lama yang masuh tetap konservatif dalam perilaku membeli, di mana mereka tetap ingin 'memegang' ketika akan membuat keputusan membeli.

The Economic Environment
            Pendapatan per kapita Indonesia yang semakin tinggi adalah peluang yang sangat besar bagi perusahaan Ritel. Konsumen akan semakin memperbesar basket size-nya dalam berbelanja. Pada awal-awal Alfamart tumbuh, basket size konsumen hanya Rp 15.000, sementara sekarang sudah Rp 35.000. Hal ini akan semakin memperbesar margin keuntungan bagi perusahaan. Peluang yang harus ditangkap oleh Alfamart adalah dengan menjaring konsumen-konsumen potensial yang loyal dan mengabiskan uang belanjanya di Alfamart. Semakin besar keuntungan perusahaan yang dapat dijaring, maka semakin besar juga peluang ekspansi Alfamart baik di dalam maupun di luar negeri.

The Sociocultural Environment
            Karakteristik kebudayaan masyarakat juga harus menjadi perhatian perusahaan. Di Indonesia, saat ini masih banyak resistensi akan toko ritel berkonsep modern, terutama yang hadir di tengah dareah rural yang biasanya banyak didominasi pasar tradisional dan usaha kecil & menengah. Hal ini harus disiasati oleh Alfamart dengan membuat 'propaganda' paradigma baru bahwa minimarket tidak mematikan pedagang tradisional. Karena pada faktanya, sesuai dengan riset yang dilakukan oleh Nielsen, pasar tradisonal sama sekali tidak 'terbunuh' oleh toko ritel modern. Justru budaya konsumen yang selalu ingin mendapatkan barang yang berkualitas dengan mudah dan cepatlah yang mulai menggerus budaya masyarakat untuk membeli di pasar tradisional.

The Polotical-Legal Environment
            Isu bahwa toko ritel modern mematikan pasar tradisional telah membuat pemerintah beberapa daerah melakukan proteksi untuk masuknya minimarket. Peraturan-peraturan daerah yang dibuat banyak secara langsung maupun tidak langsung melarang minimarket, termasuk Alfamart, untuk berdiri di beberapa wilayah yang masih sangat 'kolot' untuk melindungi pasar tradisional. Perusahaan harus mampu meyakinkan beberapa pemerintah daerah tersebut bahwa dengan adanya toko ritel modern bahkan bisa memberikan peluang kerja yang lebih banyak serta kemudahan mendapatkan barang yang baik untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat.


Corporate Social Initiative Alfamart
            Citra dan reputasi yang baik mutlak dimiliki oleh perusahaan. Hal ini harus dibangun Alfamart agar publik/stakeholders dapat melihat bahwa perusahaan titak hanya meraup keuntungan semata, tetapi juga memiliki itikad baik dan memberikan manfaat kepada komunitas. Berikut beberapa jenis Corporate Social Initiatives yang menurut saya sangat baik untuk dilaksanakan oleh Alfamart.

Corporate Cause Promotions
            Banyaknya gerai Alfamart yang berjumlah hingga lebih dari 7.000 toko merupakan suatu kekuatan sendiri bagi penggalangan dana untuk membuat program-program sosial yang membutuhkan dana besar. Konsumen Alfamart yang sangat besar juga merupakan peluang bagi penggalangan dana tersebut. Contohnya, uang kembalian recehan dari pembelanjaan konsumen di Alfamart dapat dijadikan potensi untuk mengumpulkan dana bagi pembiayaan program sosial. Konsumen pun akan merasa terlibat karena telah menyumbangkan sebagian uangnya, meskipun tidak besar, untuk usaha menyejahterakan masyarakat.
            Perusahaan dapat bekerjasama dengan yayasan-yayasan yang spesifik untuk membuat beberapa program. Misalnya, untuk program pendidikan dapat bekerja sama dengan yayasan yang concern di bidang pendidikan seperti Poetra Sampoerna Foundation atau untuk program kesehatan dapat bekerja sama dengan yayasan atau instansi kesehatan milik pemerintah seperti PMI dan lain-lain.

Corporate Philanthropy
            Perusahaan yang mendapatkan resistensi dari masyarakat seperti Alfamart harus concer dalam pemberdayaan usaha kecil dan menengah. Oleh karena itu, program yang saya sarankan untuk dijalankan Alfamart adalah membina para pedagang kecil yang berada di sekitar toko agar mereka tidak merasa termarginalkan. Philanthropy yang bisa dijalankan oleh Alfamart bisa saja dengan merenovasi ruang-ruang usaha mereka dan memberikan pelatihan ritel agar mereka bisa tetap mendapatkan keuntungan maksimal di tengah persaingan yang semakin ketat.
            Program ini sekaligus dapat membantu menaikkan citra perusahaan di mata masyarakat akan kepeduliannya dengan pedagang kecil. Selain itu, dengan program ini diharapkan dapat memperbaiki reputasi perusahaan di mata pemerintah agar dapat melonggarkan peraturan-peraturan yang baik langsung maupun tidak langsung merupakan resistensi atas kehadiran toko ritel modern seperti Alfamart.



No comments:

Post a Comment