Thursday 17 June 2010

Hambatan Budaya di kampung Betawi

Hambatan Budaya di kampung Betawi

Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi (Tubbs, Moss:1996).
Definisi yang pertama dikemukakan didalam buku “Intercultural Communication: A Reader” dimana dinyatakan bahwa komunikasi antar budaya (intercultural communication) terjadi apabila sebuah pesan (message) yang harus dimengerti dihasilkan oleh anggota dari budaya tertentu untuk konsumsi anggota dari budaya yang lain (Samovar & Porter, 1994, p. 19).
Definisi lain diberikan oleh Liliweri bahwa proses komunikasi antar budaya merupakan interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda (2003, p. 13).
Perbedaan kultur di tengah masyarakat seringkali menyebabkan konflik dan bermuara kekerasan, mengingat adanya perbedaan itu justru bisa menumbuhkan adanya prasangka, persepsi dan stereotype . Sebagaimana juga di Indonesia dimana ada banyak suku bangsa dan etnis yang berbeda seringkali menyebabkan terjadinya konflik, baik konflik budaya atau konflik fisik yang seringkali menimbulkan . Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
Konflik antarbudaya ataupun multidimensional yang sering muncul dan mencuat dalam berbagai kejadian yang memprihatinkan dewasa ini bukanlah konflik yang muncul begitu saja.Akan tetapi, merupakan akumulasi dari ketimpangan–ketimpangan dalam menempatkan hak dan kewajiban yang cenderung tidak terpenuhi dengan baik.
Dalam paper ini saya akan membahas tentang hambatan budaya dan bagaimana mengatasinya di kawasan Kampung Betawi di kawasan Situ Babakan di Srengseng Sawah yang merupakan wilayah yang sangat menunjang perkembangan budaya Betawi.
Budaya Jakarta merupakan budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang menarik pendatang dari seluruh Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Jakarta juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugal.
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta. Suku Jawa merupakan etnis terbesar dengan populasi 35,16% penduduk kota. Populasi orang Jawa melebihi suku Betawi yang terhitung sebagai penduduk asli Jakarta. Orang Jawa banyak yang berprofesi sebagai pegawai negeri, buruh pabrik, atau pembantu rumah tangga. Etnis Betawi berjumlah 27,65% dari penduduk kota. Mereka pada umumnya berprofesi di sektor informal, seperti pengendara ojek, calo tanah, atau pedagang asongan. Pembangunan Jakarta yang cukup pesat sejak awal tahun 1970-an, telah banyak menggusur etnis Betawi ke pinggiran kota. Tanah-tanah milik orang Betawi di daerah Kemayoran, Senayan, Kuningan, dan Tanah Abang, kini telah terjual untuk pembangunan sentral-sentral bisnis.
Suku Betawi sebagai penduduk asli Jakarta agak tersingkirkan oleh penduduk pendatang. Mereka keluar dari Jakarta dan pindah ke wilayah-wilayah yang ada di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten. Budaya Betawi pun tersingkirkan oleh budaya lain baik dari Indonesia maupun budaya barat. Untuk melestarikan budaya Betawi, didirikanlah cagar budaya di Situ Babakan.
Di desa Situ Babakan yang diapit oleh dua situ (danau) ini masyarakat menetap dengan gaya hidup secara tradisional dan sangat sederhana. Masyarakat melestarikan budaya asli dan cara hidup dengan tradisi Betawi. Secara bersamaan mereka melakukan penghijauan lingkungan serta meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui usaha pertanian dan berkesenian.
Potensi alam desa tersebut berupa dua situ (danau) yang diberi nama Situ Babakan dan Situ Mangga Bolong. Pengunjung dapat berkeliling danau dengan menggunakan sepeda air yang disewakan dengan tarif yang murah. Lingkungan alam yang sejuk dengan pepohonan rindang serta aneka tanaman buah dan tanaman hijau yang mengelilingi desa merupakan tempat yang cocok untuk beristirahat atau memancing di pinggir danau sambil menikmati suasana yang lain serta jauh dari hiruk-pikuk kota Jakarta.
Dapat disaksikan pula secara langsung aktivitas keseharian masyarakat setempat seperti budidaya ikan dalam keramba yang terdapat disepanjang pinggiran situ, memancing, bercocok tanam, berdagang, membuat kerajinan tangan serta membuat makanan dan minuman khas Betawi seperti dodol Betawi dan bir pletok. Seni budaya Betawi seperti tari Cokek, tari Topeng, Lenong dan Ondel-ondel dipergelarkan di panggung terbuka setiap hari Sabtu dan Minggu. Pengunjung dapat menikmati kesenian ini atau bahkan ikut menari bersama.
Wisma Betawi
Berfungsi sebagai penginapan, memiliki teras yang luas dengan 2 kamar tidur. Kamar tersebut masing-masing untuk pria dan wanita dengan kapasitas 6 orang dan memiliki kamar mandi terpisah. Terdapat pula kamar utama yang dilengkapi kamar mandi di dalam dan semua kamar bernuansa tradisi Betawi
Menurut pengelola kawasan wisata Kampung Betawi Situ babakan, sejarahnya kampong betawi dikelola oleh Tim Pengelola Perkampungan Budaya Betawi yang terdiri dari masyrakat dan unsur Pemda yang sekarang bernama Lembaga Pengelola Perkampungan Budaya Betawi yang anggotanya merupakan non-PNS. Namun, tetap berkoordinasi dengan Pemda karena masih berada di bawah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan yang dulunya bernama Dinas Kebudayaan dan Permuseuman. Sebelum adanya pengelola, wilayah ini merupakan Perkampungan biasa dan mayoritas wilayah kebon. Rumah-rumah pun hanya sedikit, sementara yang banyak hanya di areal bawah saja. Tempat ini di bangun terlebih dahulu menjadi tempat wisata, barulah menjadi daerah komersil dengan dibangunnya warung-warung dan banyak berdatangannya pedagang-pedagang.
Dari 289 hektar wilayah ini, baru 0,8 % yang menjadi embrio perkampungan betawi, selebihnya masih milik warga. Namun, nantinya bakal dikelola sepenuhnya oleh pemda dan yang pasti pengelola mengajak masyarakat untuk mengelola rumahnya agar bisa menyediakan homestay sebagai proyek ke depannya. Daripada dibangun hotel, lebih baik di sini benar-benar sebagai sebuah kampong tanpa bangunan-bangunan megah.
Tujuan di perkampungan budaya betawi ini adalah untuk melestarikan budaya dan dibangun atas prakarsa tokoh-tokoh betawi dan seniman betawi. Mereka merasa budaya betawi di sini semakin memudar, generasi mudanya tidak kenal dengan budaya mereka sendiri. Akhirnya mereka ingin memiliki suatu tempat. Sebetulnya ada tiga alternative tempat, yaitu daerah Rorotan, Srengseng Sawah Jakbar, dan Kampung Kalibata Srengseng Sawah. Sementara, yang paling memungkinkan untuk membangun perkampungan rekacipta adalah di kampong Kalibata Srengseng Sawah di sini karena masyarakat betawinya masih banyak, suasananya masih asri belum terkontaminasi gedung-gedung bertingkat, dan masih benar-benar kampong. Di siini juga masih banyak tanaman-tanaman khas betawi, di tambah lagi di sini pemda memiliki dua setu. Sebenarnya yang diutamakan di sini adalah bukan bisnisnya, tapi melestarikan budaya. Bisnis atau pariwisatanya justru merupakan tujuan terakhir.
Pengelola akan melakukan pendekatan untuk menjadikan tempat ini sebagai tempat pariwisata seutuhnya. Memang agak sulit pembangunannya karena masyarakat di sini sudah banyak.
Di sini bukan saja hanya orang-orang betawi yang tinggal, tetapi juga ada orang Irian, Aceh, banyak juga orang Jawa dan Sunda yang berbaur dan mencintai kebudayaan betawi. Rumah-rumah mereka di sini pun di bangun dengan nuansa Betawi. Hal ini didasarkan atas inisiatif sendiri, maupun melalui suntikan dana dan pendekatan dari pemda agar semua rumah di sini dibangun dengan konsep betawi.
Sebagaimana tempat-tempat wisata yang lain baik di Indonesia maupun di luar negeri, tempat wisata karena terlalu komersil, penduduknya bisa saja terlibat prostitusi. Namun, pengelola bersama warga dengan cermat mencegah adanya praktek-praktek prostitusi yang sangat potensial terjadi di sini. Pengelola memberlakukan jam malam yang dimulai selepas maghrib dan menutup akses sekitar areal situ babakan dengan portal. Jadi, jangan kaget bila setiap ada akses jalan mmasuk ke sini pasti ada portalnya, khususnya daerah pinggir. Itu merupakan salah satu cara yang cukup efektif untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan masyarakat atas swadaya masyarakat. Warga di sini masih dengan kuat memegang teguh ajaran agama Islam yang mengingatkan bahwa bila terjadi prostitusi atau perzinahan, maka sekitar 40 rumah yang ada di sekitarnya akan terkena imbas dosanya. Masyarakat dan pengelola sangat ketat untuk mencegah hal tersebut terjadi karena masyarakat tentunya tak ingin terkena getahnya padahal mereka tidak melakukan apa-apa. Mekipun begitu, tetap saja ada yang “bandel”. Karena itu pengelola bersama masyarakat pun berkoordinasi dengan satgas yang dibentuk warga, RT/RW, dan Polsek. Jadi yang berani “macem-macem” akan terkena sanksi tegas. Selepas maghrib, satgas bergerak dan warung-warung pun tertutup karena warga tidak diperkenankan untuk tinggal di warung sebagai tempat tinggal. Kalau sinag, tentunya mereka (pemilik warung) masih mudah untuk dipantau, tapi kalau malam sangatlah sulit. Sanksi ada sebennarnya tidak ada, tapi langsung diserahkan ke polsek. Semua keputusan berdasarkan hasil musyawarah demi menghindari hal-hal yang beresiko tinggi. Dulunya, malam-malam setidaknya ada hingga 20 motor yang masuk ke daerah sini dengan mencari-cari jalan akses masuk yang tertangkap basah. Namun lagi-lagi, tetap saja ada yang “nakal”.
Acara yang digelar di perkampungan ini diadakan secara rutin, namun pada bulan ini, dalam rangka menyambut ulang tahun Jakarta, pengelola mengadakan acara-acara yang tak lazim di temuin di tempat lain dengan bernuansakan budaya betawi. Diantaranya Wayang Gollek Betawi, Rebana Biang, Topeng Blantek, Lenong Preman dan Lenong Denes. Pagelaran-pagelaran tersebut merupakan percampuran seperti budaya betawi dengan sunda, betawi modern, jawa, arab, cina, dan sebagainya. Kesenian-kesenian betawi justru nyaris tidak ada yang sepenuhnya budaya betawi asli, semuuanya merupakan budaya campuran. Ada juga acara tahunan, tahun ini ada atraksi wisata Prosesi Pindah Rumah yang biasa diadakan bila adanya pernikahan. Tahun lalu ada lomba hias getek dan melukis, lomba abnon, prosesi sunatan, dan prosesi membuka palang pintu.
Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi oleh pengelola. Lahan parkir, akses jalan ke sini, arena bermain anak, taman-taman, panggung dalam, sound system sendiri, rumah percontohan yang setingnya bagus, dan gerai dagang yang eksklusif merupakan proyek pemugaran selanjutnya. Namun untuk tahun ini, pemda lebih berfokus pada proyek pengerukan setu yang masih banyak rawa-rawa yang membahayakan karena merupakan tanah gembur yang di dalamnya air. Setu babakan sebenarnya setu alami sehingga bisa luas seperti sekarang setelah rawa-rawanya dibersihkan. Di tengah-tengah danau ada beberapa mata air yang membuat setu tidak pernah kering.
Pengelola bukanlah satu-satunya yang mengurus setu dan tempat wisata. Banyak dinas-dinas terkait yang bekerja membangun setu seperti PO Tata Air, PU, dan Dinas Pertamanan. Jadi mereka tidak bisa sendirian mengam,bil keputusan untuk membangun perkampungan betawi ini.

Menurut penduduk asli sekaligus pedagang di perkampungan betawi, Mpo Sena dan anaknya, rata-rata orang asli yang dulu tinggal di sini membuka usaha dan sebagian hijrah ke kota. Namun, lebih banyak lagi orang-orang luar kota yang pindah kesini, seperti orang-orang aceh, irian, dan arab. Tanah di sini sudah mulai mahal karena merupakan wilayah argowisata..
Sebelum menjadi tempat wisata, orang-orang di sini ramai berkumpul pada siang hari untuk bercengkrama di bawah pohon rambutan untuk makan bersama. Dulu suasananya lebih kekeluargaan, tapi sekarang lebih komersil karena sudah banyak yang berjualan di sini. Sejak tahun 1962 , mereka sudah di sini. Jadi, mereka sangat tahu seluk beluk daerah ini. Menurut mereka, mubazir bila tidak banyak yang berjualan di daerah banyak pengunjung seperti di daerah wisata ini.
Selain suku betawi, di sini sudah “gado-gado” sukunya. Justru rumah-rumah besar bernuansa betawi yang ada di depan adalah milik orang-orang Aceh. Dulunya tanah di sini tidak boleh di jual, tapi sekarang boleh di jual dengan syarat pembeli tanah yang ingin membuat bangunan harus berkonsepkan betawi.
Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai communication barrier adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif (Contoh dari hambatan komunikasi antabudaya adalah kasus anggukan kepala, dimana di Amerika Serikat anggukan kepala mempunyai arti bahwa orang tersebut mengerti sedangkan di Jepang anggukan kepala tidak berarti seseorang setuju melainkan hanya berarti bahwa orang tersebut mendengarkan. Dengan memahami mengenai komunikasi antar budaya maka hambatan komunikasi (communication barrier) semacam ini dapat kita lalui.
Hambatan komunikasi (communication barrier) dalam komunikasi antar budaya (intercultural communication) mempunyai bentuk seperti sebuah gunung es yang terbenam di dalam air. Dimana hambatan komunikasi yang ada terbagi dua menjadi yang diatas air (above waterline) dan dibawah air (below waterline).
Faktor-faktor hambatan komunikasi antar budaya yang berada dibawah air (below waterline) adalah faktor-faktor yang membentuk perilaku atau sikap seseorang, hambatan semacam ini cukup sulit untuk dilihat atau diperhatikan. Jenis-jenis hambatan semacam ini adalah persepsi (perceptions), norma (norms), stereotip (stereotypes), filosofi bisnis (business philosophy), aturan (rules), jaringan (networks), nilai (values), dan grup cabang (subcultures group).
Sedangkan terdapat 9 jenis hambatan komunikasi antar budaya yang berada diatas air (above waterline). Hambatan komunikasi semacam ini lebih mudah untuk dilihat karena hambatan-hambatan ini banyak yang berbentuk fisik.
1. Fisik (Physical)
2. Budaya (Cultural)
3. Persepsi (Perceptual)
4. Motivasi (Motivational)
5. Pengalaman (Experiantial)
6. Emosi (Emotional)
7. Bahasa (Linguistic)
8. Nonverbal
9. Kompetisi (Competition)
Hambatan Komunikasi Antarbudaya yang terjadi di kawasan Kampung Betawi di kawasan Situ Babakan di Srengseng Sawah merupakan contoh hambatan yang bisa teratasi dengan baik. Dari pengalaman-pengalamn di atas, kita dapat mengetahui bagaimana pembauran yang terjadi dapat justru membawa kampong yang sangat kental akan budaya betawinya menjadi lebih kaya kebudayaannya.
Saya rasa bagaimana penjelasan dan solusi mengenai Hambatan Komunikasi Antarbudaya yang terjadi di kawasan Kampung Betawi sudah cukup jelas terjabarkan dengan hasil wawancara di atas. Jadi, saya harap apa yang di jelaskan dalam paper ini sudah sangat cukup untuk menjawab pertanyaan yang diberikan.

1 comment:

  1. Mohon maaf, hampir di setiap warung2 dalam area setu babakan saya melihat banyaknya wanita2 berpakaian seksi disana. Mohon info, apakah mereka sebagai penjaga warung atau ada kegiatan lain para wanita2 tersebut....

    ReplyDelete