ANALISIS PASAR DAN CORPORATE SOCIAL INITIATIVES
ALFAMART
Profil Perusahaan

Gerai Alfamart mulai beroperasi pada 18 Oktober 1999.
Semula, gerai pertama Alfamart yang berlokasi di Jl. Beringin Raya, Karawaci,
Tangerang, ini memiliki nama Alfa Minimart. Namun, sejak 1 Januari 2003,
perusahaan melakukan rebranding
menjadi Alfamart.
Sejatinya, cikal bakal bisnis Alfamart sudah dimulai
sejak 1989 ketika Djoko Susanto dan keluarganya mendirikan PT Sumber Alfaria
Trijaya. Pada waktu itu, perusahaan bergerak di bidang perdagangan dan
distribusi. Baru pada 1999 mereka memasuki bisnis minimarket.
Djoko Susanto bukan orang baru di bisnis ritel. Ia sudah
berbisnis sejak 1967, kala usianya baru 17 tahun. Saat itu, Djoko menjalankan
kios orangtuanya, Sumber Bahagia, yang menjual bahan makanan di Pasar Arjuna,
Jakarta. Meski tak lulus SMA, naluri bisnis Djoko sangat tajam. Pelanggan
tokonya semakin banyak, terutama ketika Djoko mulai menjual rokok. Ia
berpendapat, rokok adalah kebutuhan sehari-hari seperti beras, sehingga pembeli
akan datang ke gerainya setiap hari. Tak hanya perorangan, pedagang grosir dan
eceran pun membeli rokok dari Djoko.
Pesatnya penjualan rokok Djoko Susanto akhirnya menarik
minat Putera Sampoerna, yang saat itu sedang mengelola bisnis keluarganya, PT
HM Sampoerna. Pada 1985, mereka bekerja sama mendirikan 15 kios di Jakarta.
Upaya itu berhasil dan menginspirasi mereka untuk membuka gerai Alfa Toko
Gudang Rabat dengan Djoko menjadi direktur penjualan dan distribusi. Keduanya
lalu mendirikan toko baru, Alfa Minimart, yang lalu berganti nama menjadi
Alfamart. Kerja sama keduanya berakhir pada 2005, ketika Putera Sampoerna
menjual PT HM Sampoerna Tbk kepada Philip Morris International, dengan nilai
lebih dari US$5 miliar. Penjualan itu termasuk 70% saham Putera Sampoerna di
Alfamart. Philip Morris, yang tidak tertarik dengan bisnis ritel, menjual saham
Alfamart kepada Djoko dan sebuah perusahaan investasi, Northstar Pacific. Djoko
lalu membeli saham Northstar di Alfamart, sehingga membuatnya memiliki 65%
saham perusahaan. Pada 15 Januari 2009, PT Sumber Alfaria Trijaya menggelar
penawaran umum saham perdana (initial public offering, IPO).
Saat ini SAT memiliki lebih dari 7.500 gerai Alfamart
yang melayani sekitar 2.5 juta konsumen per hari. Jaringan ritel Alfamart
tersebar di Jawa, Sumatera, Bali, dan Sulawesi. Menurut data Nielsen per Juni
2013, Alfamart memiliki angka pertumbuhan tertinggi dibanding peritel lainnya.
Pertumbuhan Alfamart mencapai 29,6%, sementara rata-rata industri minimarket 21,7%.
Per Juni 2013, omzet Alfamart mencapai Rp13,69 triliun,
meningkat 29,35% dari periode yang sama tahun lalu. Saat ini Alfamart memiliki
lebih dari 80.000 karyawan dan 400 pemasok aktif untuk memenuhi kebutuhan
pasokan barang.
SAT mengembangkan sayap bisnisnya di supermarket, ketika
membeli 1,2 miliar lembar saham PT Midi Utama Indonesia Tbk. dari PT Amanda
Cipta Persada dengan harga Rp964 miliar. Jumlah tersebut setara dengan 42% dari
total saham ritel dengan brand
Alfamidi ini. Sebelumnya, SAT hanya memiliki 13% saham Midi. Setelah pembelian,
SAT menjadi pemegang saham mayoritas (55%).
SAT memiliki visi untuk menjadi jaringan distribusi ritel
terkemuka yang dimiliki oleh masyarakat, berorientasi pada pemberdayaan
pengusaha kecil, memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen, serta mampu bersaing
secara global. SAT juga memiliki budaya yang berdasarkan pada nilai-nilai
perusahaan, yaitu integritas, inovasi, kualitas dan produktivitas, kerja sama
tim, dan kepuasan pelanggan.
Market Coverage
Strategies Alfamart

Pendekatan
alternatif yang dapat digunakan perusahaan untuk memilih dan menarget pasar
disebut sebagai market coverage strategies Lima cakupan strategi yang
biasa digunakan oleh perusahaan adalah sebagai berikut.
1.
Single
Market Concentration
2.
Product/Service
Specialization
3.
Market
Specialization
4.
Selective
Specialization
5.
Full
Coverage
Dari hasil analisis
menurut Market Coverage Strategies, berdasarkan pendekatan yang
digunakan perusahaan untuk memilih pasar sasaran, Alfamart menggunakan strategi
full coverage. Strategi ini digunakan perusahaan yang notabene
memberikan pelayanan kepada customer di segala segmen. Mulai dari
menengah ke bawah, menengah, hingga kalangan menengah ke atas.
Alfamart sebagai perusahaan ritel
yang menyasar segala pasar, bisa memilih lokasi di manapun untuk membuka
gerainya. Alfamart dapat hadir di daerah pemukiman padat penduduk maupun di
perumahan real estate. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun setiap gerai
Alfamart memiliki standar harga yang sama pada setiap barang yang dijualnya,
tetapi pembeli dari kelas menengah ke bawah hingga menengah ke atas bisa saja
dengan mudah melakukan pembelian barang di Alfamart. Namun Alfamart tetap
memiliki target market utama keluarga dari kalangan menengah, karena basket
size-nya yang rata-rata sekitar Rp 35.000 setiap kali belanja dan merupakan
pelanggan loyal yang sudah menjadikan Alfamart sebagai pilihan mereka
berbelanja.
Variable
Segmentasi yang Sesuai untuk Segmen Konsumen Alfamart

Geographic Region
|
Segmen
konsumen Alfamart menyasar pada wilayah-wilayah yang cukup padat penduduk
seperti di Pulau Jawa, Sumatera, dan Bali. Sementara untuk saat ini Alfamart
sudah mebuka cabang beserta gerainya di Pulau Sulawesi melalui Kota Makassar
terlebih dulu, dan memulai ekspansinya juga di Pulau Kalimantan melalui Kota
Samarinda.
|
City or Metro Size
|
500.000-1.000.000 &
1.000.000-4.000.000
|
Density
|
Urban & Suburban
|
Demograpic Age
|
6-64+ (Pada segmen
anak-anak, Alfamart bahkan meluncurkan kartu member khusus anak 6-12 tahun.
Sementara untuk segmen dewasa range usianya tak terbatas)
|
Family Life Cycle
|
Children, Student, Young,
Married
|
Gender
|
Male & Female
|
Income
|
Pendapatan per kapita
$2.500-$40.000
|
Occupation
|
Student, Employee,
Professional, Entrepreneur
|
Generation
|
Baby Boomers, Gen X, Gen Y
|
Social Class
|
Lower lowers, Upper Lowers,
Working Class, Middle Class, Upper Middles, Lower Uppers
|
Benefits
|
Quality, Service, Economy,
Speed (Alfamart mampu memberikan harga yang ekonomis untuk setiap produk
berkualitas yang dijual dan pelayanan yang baik karena mengutamanakan
kecepatan untuk setiap pelanggannya)
|
Usage Rate
|
Light User, Medium User
|
Loyalty Status
|
Medium, Strong (Alfamart
meluncurkan member card untuk menjaga loyalitas pelanggannnya dengan
memberikan value added untuk setiap membernya.
|
Readiness Stage
|
Aware, Informed Interested,
Desirous, Intending to Buy
|
Attitude Toward Product
|
Enthusiastic, Positive
|
Analisis Macroenvironment
yang Perlu Diperhatikan Alfamart agar Bertahan untuk Waktu
yang Panjang
Needs and
Trends & The Technological Environment

Identifying
The Major Forces
Persaingan di bidang ritel semakin
ketat saaat ini. Dengan masuknya beberapa perusahaan ritel internasional ke
Indonesia merupakan ancaman tersendiri bagi Alfamart. Meskipun pasar di negara
ini masih tetap besar, namun pangsa pasar akan segera tergerus saat CAFTA
(China ASEAN Free Trade Area) bergulir 2015 nanti. Alfamart sudah harus mulai
melihat bahwa dengan adanya pesaing-pesaing dari negara regional, maka jaringan
toko perusahaan juga harus melakukan ekspansi ke luar negeri.
The
Deographic Environment
Pesatnya pertumbuhan penduduk karena
'gagalnya' Program Keluarga Berencana merupakan suatu 'bencana' sekaligus
peluang bagi dunia usaha. Hal inilah yang harus mampu disiasati oleh Alfamart
bahwa dengan semakin banyaknya penduduk di kalangan muda merupakan tantangan
tersendiri bagi perusahaan untuk mengembangan teknologinya di bidang ritel.
Karena jumlah penduduk yang banyak di kalangan muda di era globalisasi ini akan
semakin sadar teknologi, sehingga mereka akan mulai melirik segala teknologi
yang memudahkan. Di sisi lain, Alfamart juga harus tetap mampu melayani dengan
baik konsumen lama yang masuh tetap konservatif dalam perilaku membeli, di mana
mereka tetap ingin 'memegang' ketika akan membuat keputusan membeli.
The Economic
Environment
Pendapatan per kapita Indonesia yang
semakin tinggi adalah peluang yang sangat besar bagi perusahaan Ritel. Konsumen
akan semakin memperbesar basket size-nya dalam berbelanja. Pada
awal-awal Alfamart tumbuh, basket size konsumen hanya Rp 15.000,
sementara sekarang sudah Rp 35.000. Hal ini akan semakin memperbesar margin
keuntungan bagi perusahaan. Peluang yang harus ditangkap oleh Alfamart adalah
dengan menjaring konsumen-konsumen potensial yang loyal dan mengabiskan uang
belanjanya di Alfamart. Semakin besar keuntungan perusahaan yang dapat
dijaring, maka semakin besar juga peluang ekspansi Alfamart baik di dalam
maupun di luar negeri.
The
Sociocultural Environment
Karakteristik kebudayaan masyarakat
juga harus menjadi perhatian perusahaan. Di Indonesia, saat ini masih banyak
resistensi akan toko ritel berkonsep modern, terutama yang hadir di tengah
dareah rural yang biasanya banyak didominasi pasar tradisional dan usaha kecil
& menengah. Hal ini harus disiasati oleh Alfamart dengan membuat
'propaganda' paradigma baru bahwa minimarket tidak mematikan pedagang
tradisional. Karena pada faktanya, sesuai dengan riset yang dilakukan oleh
Nielsen, pasar tradisonal sama sekali tidak 'terbunuh' oleh toko ritel modern.
Justru budaya konsumen yang selalu ingin mendapatkan barang yang berkualitas
dengan mudah dan cepatlah yang mulai menggerus budaya masyarakat untuk membeli
di pasar tradisional.
The
Polotical-Legal Environment
Isu bahwa toko ritel modern
mematikan pasar tradisional telah membuat pemerintah beberapa daerah melakukan
proteksi untuk masuknya minimarket. Peraturan-peraturan daerah yang dibuat
banyak secara langsung maupun tidak langsung melarang minimarket, termasuk
Alfamart, untuk berdiri di beberapa wilayah yang masih sangat 'kolot' untuk
melindungi pasar tradisional. Perusahaan harus mampu meyakinkan beberapa
pemerintah daerah tersebut bahwa dengan adanya toko ritel modern bahkan bisa
memberikan peluang kerja yang lebih banyak serta kemudahan mendapatkan barang
yang baik untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Corporate
Social Initiative Alfamart

Citra dan reputasi yang baik mutlak
dimiliki oleh perusahaan. Hal ini harus dibangun Alfamart agar publik/stakeholders
dapat melihat bahwa perusahaan titak hanya meraup keuntungan semata, tetapi
juga memiliki itikad baik dan memberikan manfaat kepada komunitas. Berikut
beberapa jenis Corporate Social Initiatives yang menurut saya sangat
baik untuk dilaksanakan oleh Alfamart.
Corporate
Cause Promotions
Banyaknya gerai Alfamart yang
berjumlah hingga lebih dari 7.000 toko merupakan suatu kekuatan sendiri bagi
penggalangan dana untuk membuat program-program sosial yang membutuhkan dana
besar. Konsumen Alfamart yang sangat besar juga merupakan peluang bagi
penggalangan dana tersebut. Contohnya, uang kembalian recehan dari pembelanjaan
konsumen di Alfamart dapat dijadikan potensi untuk mengumpulkan dana bagi
pembiayaan program sosial. Konsumen pun akan merasa terlibat karena telah
menyumbangkan sebagian uangnya, meskipun tidak besar, untuk usaha
menyejahterakan masyarakat.
Perusahaan dapat bekerjasama dengan
yayasan-yayasan yang spesifik untuk membuat beberapa program. Misalnya, untuk
program pendidikan dapat bekerja sama dengan yayasan yang concern di
bidang pendidikan seperti Poetra Sampoerna Foundation atau untuk program
kesehatan dapat bekerja sama dengan yayasan atau instansi kesehatan milik
pemerintah seperti PMI dan lain-lain.
Corporate
Philanthropy
Perusahaan yang mendapatkan
resistensi dari masyarakat seperti Alfamart harus concer dalam
pemberdayaan usaha kecil dan menengah. Oleh karena itu, program yang saya
sarankan untuk dijalankan Alfamart adalah membina para pedagang kecil yang
berada di sekitar toko agar mereka tidak merasa termarginalkan. Philanthropy
yang bisa dijalankan oleh Alfamart bisa saja dengan merenovasi ruang-ruang
usaha mereka dan memberikan pelatihan ritel agar mereka bisa tetap mendapatkan
keuntungan maksimal di tengah persaingan yang semakin ketat.
Program ini sekaligus dapat membantu
menaikkan citra perusahaan di mata masyarakat akan kepeduliannya dengan
pedagang kecil. Selain itu, dengan program ini diharapkan dapat memperbaiki
reputasi perusahaan di mata pemerintah agar dapat melonggarkan
peraturan-peraturan yang baik langsung maupun tidak langsung merupakan
resistensi atas kehadiran toko ritel modern seperti Alfamart.